Jaga Lisanmu dari Ghibah terhadap Orang-Orang Sholeh

Dalam ajaran Islam, menjaga lisan adalah salah satu akhlak mulia yang sangat ditekankan. Lisan yang tidak terjaga bisa menjadi sumber dosa besar, di antaranya adalah ghibah membicarakan aib atau kekurangan seseorang di belakangnya, meskipun itu benar. Lebih dari sekadar pelanggaran moral, ghibah termasuk dalam perbuatan keji yang bisa menghancurkan hubungan sosial, merusak hati, bahkan mendatangkan murka Allah.

Dalam kitab Risalah Badi'ah fi at-Tashawwuf halaman 13, disebutkan:

"عليك بحفظ لسانك عى كل مؤمن ومسلم وخصوصا الصالحين، فإن غيبة المسلم تهلك قلبك، وغيبة الصالح تصل إلى ذريتك بعدك."

“Wajib bagimu menjaga lisanmu dari ghibah kepada setiap mukmin dan muslim, khususnya terhadap orang-orang sholeh. Sesungguhnya ghibah kepada seorang muslim dapat merusak hatimu, dan ghibah terhadap orang sholeh akan berdampak hingga kepada keturunanmu setelahmu.”

Perkataan ini bukan hanya peringatan, tetapi juga nasihat mendalam yang menunjukkan betapa besar akibat dari ghibah, terutama jika sasarannya adalah orang-orang yang dekat dengan Allah.

Hati adalah pusat spiritual dalam diri manusia. Ketika hati rusak karena dosa-dosa lisan seperti ghibah, maka seluruh amal dan akhlak bisa ikut rusak. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika ia baik maka seluruh tubuh baik, dan jika ia rusak maka seluruh tubuh rusak itulah hati.

Orang sholeh adalah mereka yang berusaha hidup dalam ketaatan, menjaga diri dari maksiat, dan dekat dengan Allah. Menyakiti mereka, baik dengan tindakan maupun ucapan, adalah tindakan yang sangat tercela. Allah sangat menjaga kehormatan para wali-Nya. Dalam hadits qudsi, Allah berfirman:

"Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya." (HR. Bukhari)

Ghibah terhadap orang sholeh bukan hanya melukai kehormatan mereka, tapi juga merupakan bentuk pelecehan terhadap kedekatan mereka dengan Allah. Bahkan, seperti disebutkan dalam kutipan di atas, dampak ghibah ini bisa meluas hingga memengaruhi nasib keturunan si pelaku. Sebuah peringatan keras agar kita lebih berhati-hati dalam berbicara. Terus bagaimana menjaga lisan?

  1. Sibukkan diri dengan zikir dan amal baik. Lisan yang kosong dari dzikrullah akan mudah tergelincir ke dalam perkataan sia-sia, bahkan dosa.

  2. Berpikir sebelum berbicara. Apakah perkataan ini benar? Apakah perlu disampaikan? Apakah menyakiti orang lain?

  3. Ingat bahwa setiap ucapan akan dimintai pertanggungjawaban. Allah berfirman:

    مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ 

    “Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)

  4. Bergaul dengan orang-orang yang menjaga lisannya. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kebiasaan kita dalam berbicara.

  5. Jika pernah tergelincir, segera bertaubat dan minta maaf. Jangan remehkan dosa lisan, karena bisa jadi itu menjadi sebab utama murka Allah.

Menjaga lisan dari ghibah bukan hanya soal etika, tapi juga bentuk ketakwaan. Terlebih jika objek ghibah adalah orang-orang sholeh, maka dosanya lebih berat dan dampaknya lebih luas. Jaga lisan, jaga hati, dan hormati orang-orang yang dicintai Allah. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk menjaga kehormatan sesama, terutama para wali dan hamba-hamba-Nya yang sholeh.

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

Komentar

Postingan Populer