Hukum Perempuan Membaca Al Quran Saat Haid
Hukum perempuan membaca Al-Qur'an saat haid adalah salah satu topik yang diperdebatkan di kalangan ulama. Sebagian ulama terutama dari mazhab Hanafi, Maliki, dan sebagian Syafi'i, berpendapat bahwa perempuan yang sedang haid tidak diperbolehkan membaca Al-Qur'an secara lisan. Di dalam madzhab Syafi'i sendiri melarang perempuan haidh membaca Al-Qur'an, baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk dzikir atau do'a yang tidak dimaksudkan sebagai bacaan Al-Qur'an. Imam Nawawi berkata di dalam kitab al-majmu',
"ولا يجوز للحائض والجنب قراءة القرآن"
𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘪𝘥𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘶𝘯𝘶𝘣 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘈𝘭-𝘘𝘶𝘳'𝘢𝘯,
Imam Khotib asy-Syirbini juga berkata,
ص، ١٠٠ - الإقناع في حل ألفاظ أبي شجاع -
تَنْبِيه يحل لمن بِهِ حدث أكبر أذكار الْقُرْآن وَغَيرهَا كمواعظه وأخباره وَأَحْكَامه لَا بِقصد قُرْآن.
"𝘉𝘢𝘨𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘵𝘴 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘥𝘻𝘪𝘬𝘪𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘈𝘭-𝘘𝘶𝘳'𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘥𝘻𝘪𝘬𝘪𝘳, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘢𝘴𝘪𝘩𝘢𝘵, 𝘬𝘪𝘴𝘢𝘩-𝘬𝘪𝘴𝘢𝘩, 𝘥𝘢𝘯 𝘩𝘶𝘬𝘶𝘮-𝘩𝘶𝘬𝘶𝘮 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘈𝘭-𝘘𝘶𝘳'𝘢𝘯 𝘢𝘴𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘯𝘪𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘈𝘭-𝘘𝘶𝘳'𝘢𝘯."
Akan tetapi Imam Ar-Ramli dalam Nihayat al-Muhtaj menyebutkan adanya keringanan bagi perempuan haidh untuk membaca Al-Qur'an jika ada kebutuhan seperti belajar atau mengajar. Namun, pendapat ini bukan pendapat resmi dalam Mazhab Syafi'i.
قال الإمام الرملي في نهاية المحتاج - الجزء ١، ص ٢٤٦ :
"وفيه نظر بالنسبة للحائض التي تحتاج إلى القراءة للحفظ والتعليم، فإنه يخفف عنها عند الضرورة."
"𝘈𝘥𝘢 𝘵𝘪𝘯𝘫𝘢𝘶𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘢𝘭 𝘪𝘯𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘢𝘪𝘵 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘪𝘥𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘤𝘢𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘩𝘢𝘧𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘶𝘳𝘢𝘵."
Apa yang disebutkan oleh imam ar-Ramli juga selaras dengan pendapat dari madzhab Maliki. Mazhab Maliki membolehkan perempuan haidh membaca Al-Qur'an cuman secara terbatas untuk keperluan belajar atau mengajarkan Al-Qur'an, dengan syarat tidak menyentuh mushaf langsung.
Di dalam kitab Al-Kafi fi Fiqh Ahli al-Madinah Juz 1, Halaman 83:
"ويمنع الحائض والجنب من مسّ المصحف. ويجوز للحائض قراءة القرآن للحفظ والتعليم دون مس المصحف"
"𝘗𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘪𝘥𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘶𝘯𝘶𝘣 𝘥𝘪𝘭𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘯𝘵𝘶𝘩 𝘮𝘶𝘴𝘩𝘢𝘧, 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘪𝘥𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘈𝘭-𝘘𝘶𝘳'𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘩𝘢𝘧𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘯𝘵𝘶𝘩 𝘮𝘶𝘴𝘩𝘢𝘧."
Hukum membaca Al-Qur'an saat haid tergantung pada pandangan yang diikuti. Jika Anda mengikuti ulama yang melarang, sebaiknya mengganti membaca Al-Qur'an dengan zikir atau mendengarkan tilawah. Jika Anda mengikuti ulama yang membolehkan, lakukan dengan niat baik dan menjaga adab.
Dalam Mazhab Syafi'i yang mu'tamad, perempuan haidh tidak diperbolehkan membaca Al-Qur'an kecuali dalam keadaan darurat (seperti kebutuhan untuk belajar atau mengajar). Hanya dalam kondisi darurat, hal ini dibolehkan, namun tetap tidak dianggap sebagai pendapat utama (mu'tamad). Dalam mazhab Maliki membolehkan perempuan haidh membaca Al-Qur'an cuman terbatas untuk keperluan belajar atau mengajarkan Al-Qur'an, itupun tidak boleh menyentuh mushaf langsung.
Dalam masalah ini, penting untuk mengikuti panduan yang sesuai dengan mazhab atau guru yang diikuti serta menghormati perbedaan pendapat.
Komentar
Posting Komentar