Batasi Kewenanganmu Jangan Melampaui Kewenangan Tuhan
Manusia sering kali lupa akan batas kewenangan dirinya. Ada yang begitu mudahnya menghakimi orang lain, seolah-olah ia memiliki mandat langsung dari Allah untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Padahal, Allah adalah Hakim yang sebenar-benarnya, dan tidak ada satu pun manusia yang berhak mengambil alih peran tersebut.
Kesalahan seorang hamba dalam hubungannya dengan Allah seperti kelalaian ibadah atau dosa pribadi adalah urusan hamba itu dengan Rabb-nya. Kita tidak punya hak untuk memaafkan, karena memaafkan hanyalah hak Allah. Kita pun tidak berhak membenci pribadinya apalagi mencacinya.
Yang kita miliki hanyalah kewajiban untuk tidak setuju dengan perbuatannya dan, bila mungkin, mengingatkan dengan cara baik-baik. Allah berfirman:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَـٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik...”
(QS. An-Nahl: 125)
Rasulullah ﷺ pun mencontohkan dakwah dengan kelembutan, bukan dengan cacian. Beliau bersabda:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, jangan sampai kita melampaui kewenangan Tuhan dengan menghakimi dosa pribadi seseorang.
Jika Ada Kezaliman terhadap sesama jangan diam. Berbeda dengan kemaksiatan yang berhubungan dengan orang lain, seperti kezaliman, penindasan, atau perbuatan merugikan. Jika kita melihat saudara kita diperlakukan zalim, maka berdiam diri adalah tanda iman yang paling lemah. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.”
(HR. Muslim)
Membela yang terzalimi bukan sekadar hak, melainkan kewajiban moral dan syar’i. Dalam kondisi ini, diam berarti menoleransi kedzaliman, padahal Islam datang untuk menegakkan keadilan.
Salah kaprah dalam menyikapi dua kondisi terkadang sering kali tertukar dalam praktik kehidupan. Ada orang yang keras menghakimi dosa pribadi seseorang yang urusannya dengan Allah, tetapi justru abai ketika melihat kezaliman nyata di hadapannya.
Inilah sikap melampaui batas yang berbahaya. Orang yang seperti itu tidak sedang menolong agama Allah, bahkan justru menjauhkan manusia dari agama karena menampilkan wajah Islam yang penuh kebencian dan kekerasan. Allah menegaskan:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.”
(QS. Al-Isra’: 36)
Agama ini akan tetap mulia tanpa harus dibela dengan kemarahan. Yang dibutuhkan adalah hikmah, kelembutan, dan keteladanan akhlak. Maka, batasi kewenanganmu sesuai porsinya:
-
Jika kesalahan orang itu dengan Allah → tugasmu hanya mengingatkan dengan cara baik, bukan menghakimi.
-
Jika kesalahannya berupa kezaliman terhadap sesama → jangan diam, lakukan apa yang bisa kamu lakukan untuk menyelamatkan yang terzalimi.
Orang yang melampaui kewenangan tidak akan membantu agama sedikit pun. Justru, sikap itulah yang membuat agama semakin dijauhi.

Komentar
Posting Komentar