Melupakan Kebaikan
Setiap manusia hidup berdampingan dengan kebaikan. Ada yang hadir dari tetangga, sahabat, rekan kerja, bahkan dari orang yang tidak kita kenal sekalipun. Namun, yang paling banyak dan paling sering menebarkan kebaikan kepada kita adalah orang-orang yang paling dekat: keluarga. Rasulullah ﷺ bersabda:
ومن صنع إليكم معروفا فكافئوه فإن لم تجدوا ما تكافئونه فادعوا له حتى تروا أنكم قد كافأتموه
"Barangsiapa berbuat baik kepadamu maka balaslah kebaikan itu. Jika engkau tidak mendapati sesuatu untuk membalasnya maka doakanlah dia hingga engkau merasa telah cukup membalas kebaikannya."
(HR. Abu Dawud no. 5109, an-Nasa’i no. 2567 – shahih)
Hadits ini mengajarkan adab mulia dalam menyikapi kebaikan. Tidak boleh seorang muslim berpura-pura lupa, apalagi menutup mata dari jasa orang lain. Bahkan, jika tidak mampu membalas dengan materi atau tindakan, minimal ia membalas dengan doa tulus yang naik ke langit.
Sering kali kita lebih cepat mengingat kebaikan orang lain di luar rumah. Kita merasa berutang budi kepada rekan kerja yang membantu, atau kepada tetangga yang menolong. Itu benar adanya. Tetapi justru yang lebih banyak berjasa adalah keluarga kita.
-
Orangtua yang sejak kecil berkorban tanpa pamrih;
-
Pasangan hidup yang menemani dalam suka maupun duka;
-
Anak-anak yang menjadi penyejuk hati sekaligus penguat semangat.
Sayangnya, karena mereka selalu hadir dalam keseharian, kita sering menganggap kebaikan mereka sebagai sesuatu yang "biasa" dan "wajar". Kita lupa bahwa setiap pengorbanan, sekecil apa pun, tetaplah bernilai kebaikan yang harus disyukuri. Allah Ta’ala mengingatkan:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu kufur (ingkar), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.”
(QS. Ibrahim: 7)
Seseorang yang terbiasa tidak menghargai kebaikan keluarga, lama-kelamaan akan sulit menghargai kebaikan siapa pun. Hatinya keras, lisannya kaku untuk mengucapkan terima kasih, dan doanya pelit untuk dipanjatkan bagi orang lain. Padahal, kebaikan yang tidak dibalas dengan syukur, akan berbalik menjadi penyesalan.
Tidak semua orang mampu membalas kebaikan dengan materi. Tetapi setiap orang bisa membalas dengan doa. Satu kalimat doa tulus lebih berharga daripada seribu kata basa-basi. Rasulullah ﷺ mengajarkan, jika kita tidak mampu membalas, maka doakanlah hingga kita merasa telah cukup membalasnya.
Doa untuk orangtua, doa untuk pasangan, doa untuk anak-anak—semua itu adalah balasan terbaik yang Allah lipatgandakan pahalanya. Bahkan, doa seorang anak untuk orangtuanya adalah amal jariyah yang terus mengalir meski keduanya telah tiada.
Melupakan kebaikan adalah penyakit hati yang sering tak terasa. Kita sibuk menghargai orang lain di luar, namun lalai terhadap keluarga yang justru paling berjasa. Mulai sekarang, marilah kita biasakan diri untuk:
-
Mengucapkan terima kasih kepada keluarga.
-
Membalas kebaikan mereka dengan kebaikan serupa.
-
Jika tidak mampu, mendoakan mereka dengan doa yang tulus.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang pandai bersyukur, tidak melupakan kebaikan, dan senantiasa mendoakan orang-orang terdekat kita.

Komentar
Posting Komentar