Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa

Semangat memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai ras dan golongan yang majemuk membuat para ulama berpikir keras bagaimana menjadikan pondasi dalam keberagaman ini tetap bersatu. Salah satu jalan tengah yang diambil yaitu adanya Pancasila yang termasuk dalam empat pilar dasar dan pondasi dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan falsafah negara yang menjadi kesepakatan dari berbagai kalangan yang berada di Indonesia. Kita mengetahui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai ras, suku, bahasa, dan agama maupun aliran kepercayaan. 

Hadirnya Pancasila sebagai upaya untuk mempersatukan semua perbedaan tersebut. Jika kita kembali kebelakang melihat sejarah bahwa setiap penetapan dasar atau sila dalam Pancasila tidak diputuskan secara sepihak maupun golongan tertentu, melainkan oleh banyak pihak melalui forum musyawarah yang disebut dengan panitia sembilan. di antara para tokoh panitia sembilan tersebut ialah Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Subardjo, Abdul Wahid Hasyim, dan Muhammad Yamin. 

Sudah kita ketahui bersama bahwasannya musyawarah merupakan salah satu perintah dalam agama. Sesuai dengan perintah Allah ﷻ dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159:

وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ......

Artinya :, “... dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan (tertentu)...”. 

Didalam musyawarah jika sudah membuat keputusan maka keputusan tersebut harus ditaati bersama. Karena mengingat tanggung jawab akan keputusan tersebut juga dipikul bersama sama. Dalam sebuah hadis yang dikutip oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir al-Qur’an al-‘Aḍim, bahwa Nabi pernah berkata kepada Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar bin Khattab, “Kalau kita sudah bersepakat dalam sebuah musyawarah, tidak akan aku mempertentangkan kamu berdua.” Oleh karena itu mengingat Pancasila sudah menjadi kesepakatan seluruh elemen bangsa, sudah seharusnya dipikul secara  bersama oleh seluruh komponen bangsa Indonesia. Sebagai rakyat sudah sepatutnya mentaati dan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara yang sudah final. Ke sembilan orang tersebut bermusyawarah bukan untuk kepentingan sendiri melainkan mewakili seluruh elemen bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaannya. Mereka adalah orang yang ahli dalam bidangnya tidak diragukan lagi kredibilitasnya dalam memutuskan suatu perkara. Mereka melakukan secara bersama-sama dan dan tidak dilakukan secara sewenang-wenang maupun keputusan secara sepihak.

Para ulama menyadari Pancasila sebagai dasar negara merupakan pilihan yang paling maslahat bagi bangsa Indonesia. Karena Pancasila dapat menyatukan berbagai perbedaan suku, ras, budaya, etnik dan agama. Hal itulah yang menjadi landasan hukum para ulama Indonesia menerima Pancasila sebagai ideologi dan landasan bernegara. Substansi yang terkandung dalam Pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang harus diperjuangkan dan dirawat. Pancasila merupakan ideologi dan dasar negara yang menjadi asas dalam berbangsa dan bernegara. 

Jika kita menghayati, menjiwai, objektif dan bersikap rasional dengan paradigma yang ada, sejatinya sudah sangat jelas dan gamblang bahwa Pancasila adalah ajaran islam. Setiap sila silanya berdasarkan kepada nilai-nilai syara'. Cinta terhadap tanah air bukan cuma kata cinta yang tidak berhak landaskan terhadap hal-hal kosong. Tetapi atas landasan agama yang amat kuat. Semangat yang digembar-gemborkan oleh para ulama kita dalam merawat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasar Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945 harus kita jaga sampai akhir hayat. Sebagai contoh Fatwa Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menyatakan dengan tegas bahwa membela Tanah Air merupakan kewajiban agama. 

Selain itu dipertegas dipertegas seorang ulama yang telah merumuskan hubungan Pancasila dan Islam, yaitu KH Achmad Siddiq beliau menuturkan bahwasannya Pancasila bukan “penjaga biasa”, melainkan memperkuat dan merajut berbagai elemen bangsa untuk menyadari bahwa cinta tanah air merupakan salah satu upaya aktualisasi nyata keimanan seseorang. Dikalangan Nahdliyin tentunya kita tidak asing dengan jargon “Hubbul Wathon Minal Iman.” Hal ini dicetuskan langsung oleh pendiri salah satu pendiri jamiyah Nahdlatul Ulama sekaligus Rais Akbar organisasi terbesar di Indonesia yaitu Hadratussyekh KH Hasyim Ashari. Bahwasannya cinta tanah air adalah sebagian dari iman. 

Dan kita melihat sekarang ini bahwasannya begitu besar peranan para kyai dan pesantren dalam merawat kebinekaan di Indonesia. Para kyai NU selalu melakukan langkah-langkah logis dan akademis demi menjamin perawat perjalanan panjang bangsa Indonesia. Mereka juga menggunakan Islam sebagai spirit menunjukkan cinta tanah air dan nasionalisme. Sebagai generasi penerus sudah sepatutnya kita merawat dan meneruskan perjuangan para pendahulu kita. Mereka rela mengorbankan harta dan nyawa demi keutuhan bangsa dan negara. Semua itu mereka lakukan dengan ikhlas dan tulus sepenuh hati. Para pendahulu kita tidak sembarangan merumuskan dan menetapkan segala hal yang sangat pentil untuk keberlangsungan masa depan bangsa dan Negara Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Faidah Bersiwak

Membakar Bukhur (Gharu atau Dupa) Sunnah Yang Terlupakan

Keharusan Menghormati Ahlul Bait

Memanggil Dengan Panggilan Yang Baik

Ilmu Tauhid

Memohon Hujan Dengan Bertawasul Kepada Rasulullah

Permasalahan Yang Harus Diketahui Wanita

Sedekah Karena Ridho Allah

Memberi Contoh Yang Baik