Golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah
Diantara para ulama yaitu; Abul Hasan al-Bahili, Abu Sahl ash-Shu’luki (w 369 H), Abu Ishaq al-Isfirayini (w 418 H), Abu Bakar al-Qaffal asy-Syasyi (w 365 H), Abu Zaid al-Marwazi (w 371 H), Abu Abdillah ibn Khafif asy-Syirazi; seorang sufi terkemuka (w 371 H), al-Qâdlî Abu Bakar Muhammad al-Baqillani (w 403 H), Abu Bakar Ibn Furak (w 406 H), Abu Ali ad-Daqqaq; seorang sufi terkemuka (w 405 H), Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi; penulis kitab al-Mustadrak ‘Alâ ash-Shahîhain, Abu Manshur Abd al-Qahir ibn Thahir al-Baghadadi (w 429 H) penulis kitab al-Farq Bayn al-Firaq, al-Hâfizh al-Khathib al-Baghdadi (w 463 H), Abu al-Qasim Abd al-Karim ibn Hawazan al-Qusyairi penulis kitab ar-Risâlah al-Qusyairiyyah (w 465 H), Abu Ali ibn Abi Huraisah al-Hamadzani, Abu al-Muzhaffar al-Isfirayini penulis kitab at-Tabshîr Fî ad-Dîn Wa Tamyîz al-Firqah an-Nâjiyah Min al-Firaq al-Hâlikîn (w 471 H), Abu Ishaq asy-Syirazi; penulis kitab at-Tanbîh Fî al-Fiqh asy-Syâfi’i (w 476 H), Abu al-Ma’ali Abd al-Malik ibn Abdullah al-Juwaini yang lebih dikenal dengan Imam al-Haramain (w 478 H) dan lain-lain. Dalam memahami ajaran agama dengan benar tentunya kita harus mengetahui dan meninjau dari berbagai bidang salah satunya sejarah. Karena dengan sejarah kita dapat menelisik dan menelusuri keaslian dan kebenaran suatu hal. Kita dapat mengetahui siapa saja kaum Asy’ariyyah dan Maturidiyah yang masuk dalam barisan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Jika kita pelajari dengan baik dan benar, para ulama yang terpercaya (tsiqah) dan memiliki mata rantai keilmuan (sanad) yang bersambung ke atas sampai Rasulllah SAW. Maka ia akan mendapati bahwa para ulama pengemban (pewaris) ajaran yang agung ini adalah kaum Asy’ariyyah dan Maturidiyah dalam setiap generasinya.
Tetapi sayangnya sebagian orang islam ada yang melontarkan pertanyaan yang bersifat adu domba terhadap golongan Asy’ariyyah dan Maturidiyah. Mereka memandang sesat kepada siapapun, kecuali yang sepaham dengan ajaran mereka. Selain ulama mereka sendiri mereka menilainya bukan ulama. Mereka melontarkan pernyataan-pernyataan tendensius dan menuduh bahwa kaum Asy’ariyyah dan Maturidiyah adalah orang-orang sesat dan bahkan mengkafirkannya.
Sebagai umat islam kita harus saling menghargai satu sama lain. Karena seorang mu'min dengan mu'min lainnya bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan. Sebagaimana dalam sahih al-Bukhori hadits ke 2266 :
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.
Artinya: dari Abu Musa ra, dari Nabi ﷺ bersabda: Orang beriman terhadap orang beriman lainnya bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan. Dan beliau (mendemontrasikannya dengan cara) menyilangkan jari jemari beliau.
Pesan apa yang dapat kita ambil dari hadits ini yaitu, Perumpamaan orang yang beriman dengan orang beriman lainnya bagaikan bangunan harus saling menguatkan, saling mendukung dan saling membantu antara satu dengan yang lain.
Komentar
Posting Komentar