Hakikat Gelar Sayyid Yang Disandarkan Kepada Rasulallah


Sebagai umat Islam sosok Rasulullah ﷺ merupakan insan terbaik yang telah diciptakan oleh Allah SWT sekaligus rahmat bagi seluruh alam. Salah satu bentuk pemulian kepada beliau yaitu dengan tidak memanggil nama Muhammad tanpa disertai gelar atau julukan kemuliaan. Salah satunya dengan menggunakan kata ‘sayyidina’ saat menyebut nama beliau. Yang merupakan suatu gelar kehormatan yang pantas tersandar bagi sebaik baik makhluk ciptaan-Nya yaitu baginda Rasulullah ﷺ. Nabi sendiri menegaskan bahwa beliau adalah sayyid seluruh manusia.

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَومَ القِيَامَةِ ، وَأَوَّلُ مَن يَنشَقُّ عَنهُ القَبرُ

“Aku adalah pemimpin (sayyid) dari anak Adam pada hari kiamat. Dan sayalah orang yang pertama kali terbelah kuburnya.” (HR. Muslim 2278)

Oleh Karena itu sebagai wujud kita memuliakan Nabi Muhammad ﷺ, kita wajib mengimani bahwa beliau adalah sayyiduna (pemimpin kita). Dalam sunan abu dawud diriwayatkan sahabat Abdullah bin Syikkhir perna mengungkapkan suatu pujian atau sanjungan yang dituujukan kepada beliau sebagaimana hadits berikut:

انطَلَقتُ فِي وَفدِ بَنِي عَامِرٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقُلنَا : أَنتَ سَيِّدُنَا . فَقَالَ : السَّيِّدُ اللَّهُ . قُلنَا : وَأَفضَلُنَا فَضلًا ، وَأَعظَمُنَا طَوْلًا ( أَي شَرَفًا وَغِنًى ) . فَقَالَ : قُولُوا بِقَولِكُم أَو بَعضِ قَولِكُم ، وَلَا يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيطَانُ

Saya pernah menemui Nabi ﷺ sebagai utusan Bani Amir. Kami sanjung beliau dengan mengatakan: “Anda adalah sayyiduna (pemimpin kami).” Spontan Nabi ﷺ bersabda: “Assayidu Allah (Sang Pemimpin adalah Allah).” Lalu aku sampaikan: “Anda adalah yang paling mulia dan paling utama di antara kami.” Selanjutnya Nabi ﷺ menasihatkan: “Sampaikan perkataan kalian, dan jangan sampai setan membuat kalian menyimpang.” (HR. Abu Daud: 4806)

Hadis ini menunjukkan bahwasannya menggunakan gelar ‘sayyidina’ untuk Nabi Muhammad ﷺ hal yang sangat wajar. Dalam konteks hadits ini ketika Nabi Muhammad ﷺ melarang sahabat Abdullah bin Syikkhir adalah kekhawatiran beliau ketika pujian Abdullah bisa berlebihan. Karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan kata ‘sayyid’ untuk Allah. Dengan tujuan mengingatkan mereka bahwa ‘as-sayid’ (pemimpin) mutlak hanyalah Allah Ta’ala. Oleh karena itu boleh kita mengagung agungkan Rasulullah ﷺ tapi jangan berlebihan dalam memuji dikhawatirkan mengkultuskan Rasulullah ﷺ layaknya Tuhan. Nabi Muhammad ﷺ tidak melarang untuk menyebut beliau dengan kata sayyid. Namun beliau melarang agar jangan sampai setan menyimpangkan mereka, sahingga mereka melebihkan gelar ‘pemimpin’ yang sifatnya khusus ‘as-sayyid’ yang berlaku mutlak, gelar itu hanya milik Allah.

Kaum muslimin sepakat bolehnya memberikan gelar ‘pemimpin’ untuk Nabi Muhammad ﷺ. Dan menjadikannya sebagai salah satu tanda yang patut disandarkan kepada baginda Rasulullah ﷺ. Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah (11/346) disebutkan:

فلفظ ( سيّدنا ) علم عليه صلى الله عليه وسلم

Lafadz ‘sayyiduna’ adalah tanda untuk Nabi Muhammad ﷺ. 
Bahkan, dalam surah an-Nur ayat 63, Allah melarang panggilan yang sama dan lazim seperti kebiasaan kebanyakan orang terhadap Muhammad.

ا تَجْعَلُوا۟ دُعَآءَ ٱلرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَآءِ بَعْضِكُم بَعْضًا ۚ قَدْ يَعْلَمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنكُمْ لِوَاذًا ۚ فَلْيَحْذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ 

Terjemah Arti: Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.

Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta, berpendapat, penyematan redaksi sayyid dalam zikir atau ibadah lain, seperti azan, iqamat, atau tasyahud awal dan akhir, hukumnya boleh, bahkan sangat dianjurkan. Karena etika dan adab menghormati Rasul lebih dikedepankan daripada alasan mengikuti (al-itba').
Para ulama sepakat, hendaknya menggunakan gelar sayyid ketika hendak menyebut nama Nabi Muhammad ﷺ. Menurut kalangan Madzhab Hanafi dan Syafi’i seperti Imam Romli, Imam Qolyubi, Imam Syarqowi menyatakan sunnah dalam mengucapkan kata ‘sayyidina’ untuk menjaga etika terhadap Rasulullah ﷺ. Kalangan Madzhab Hanafiyah dan syafi’iyyah menyunahkan menambah kalimat ‘sayyid’ untuk Nabi Muhammad ﷺ. Salah satunya saat kita bersholawat kepada Rasulullah ﷺ.Dalam kitab ad Dur al-Mukhtaar (I/479), Hasyiyah alBaajuri (I/162) dan Syarh Alhadhromiyyah h. 47 dijelaskan bahwasannya dalam bersholawat demi menjaga adab kesopanan terhadap beliau lebih utama ditambahkan ketimbang tidak. 

Ad-Dur Al-Mukhtaar 1/480 & 1/108 :
الصلاة على النبي صلّى الله عليه وسلم في غير الصلاة: أما الصلاة على النبي في غير الصلاة فهي مندوبة، لا واجبة، فقد حكى الطبري الإجماع على أن محمل الآية على الندب. وقال الحنفية : هي فرض مرة واحدة في العمر، والمذهب أنه تستحب على التكرار كلما ذكر النبي صلّى الله عليه وسلم ، ولو اتحد المجلس في الأصح وعليه الفتوى.

- Asna Al-Mathoolib halaman 253 :
السيادة لمحمد صلّى الله عليه وسلم : قال الحنفية والشافعية (1) : تندب السيادة لمحمد في الصلوات الإبراهيمة؛ لأن زيادة الإخبار بالواقع عين سلوك الأدب، فهو أفضل من تركه. وأما خبر «لا تسودوني في الصلاة» فكذب موضوع (2) . وعليه: أكمل الصلاة على النبي وآله: «اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم، وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، كما باركت على سيدنا إبراهيم، وعلى آل سيدنا إبراهيم في العالمين، إنك حميد مجيد»

Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj juz 6 halaman 126 karya al Imam Ahmad Syihabuddin bin Hajar al Haitami as Syafi’I, yang biasa dikenal dengan nama Ibnu Hajar al Haitami. Beliau juga menjelaskan, sebagai berikut pernyataan beliau:

( قَوْلُهُ عَلَى مُحَمَّدٍ ) وَالْأَفْضَلُ الْإِتْيَانُ بِلَفْظِ السِّيَادَةِ كَمَا قَالَهُ ابْنُ ظَهِيرَةَ وَصَرَّحَ بِهِ جَمْعٌ وَبِهِ أَفْتَى الشَّارِحُ لِأَنَّ فِيهِ الْإِتْيَانَ بِمَا أُمِرْنَا بِهِ وَزِيَادَةُ الْإِخْبَارِ بِالْوَاقِعِ الَّذِي هُوَ أَدَبٌ فَهُوَ أَفْضَلُ مِنْ تَرْكِهِ وَإِنْ تَرَدَّدَ فِي أَفْضَلِيَّتِهِ الْإِسْنَوِيُّ ، وَأَمَّا حَدِيثُ { لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ } فَبَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ كَمَا قَالَهُ بَعْضُ مُتَأَخِّرِي الْحُفَّاظِ وَقَوْلُ الطُّوسِيِّ أَنَّهَا مُبْطِلَةٌ غَلَطٌ شَرْحُ م ر ا هـ سم عِبَارَةُ شَرْحِ بَافَضْلٍ وَلَا بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ ا هـ وَقَالَ الْمُغْنِي ظَاهِرُ كَلَامِهِمْ اعْتِمَادُ عَدَمِ اسْتِحْبَابِهَا ا هـ وَتَقَدَّمَ عَنْ شَيْخِنَا أَنَّ الْمُعْتَمَدَ طَلَبُ زِيَادَةِ السِّيَادَةِ وَعِبَارَةُ الْكُرْدِيِّ وَاعْتَمَدَ النِّهَايَةُ اسْتِحْبَابَ ذَلِكَ وَكَذَلِكَ اعْتَمَدَهُ الزِّيَادِيُّ وَالْحَلَبِيُّ وَغَيْرُهُمْ وَفِي الْإِيعَابِ الْأَوْلَى سُلُوكُ الْأَدَبِ أَيْ فَيَأْتِي بِسَيِّدِنَا وَهُوَ مُتَّجِهٌ ا هـ .قَالَ ع ش قَوْلُهُ م ر لِأَنَّ فِيهِ الْإِتْيَانَ إلَخْ يُؤْخَذُ مِنْ هَذَا مِنْ سَنِّ الْإِتْيَانِ بِلَفْظِ السِّيَادَةِ فِي الْأَذَانِ وَهُوَ ظَاهِرٌ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ تَعْظِيمُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَصْفِ السِّيَادَةِ حَيْثُ ذَكَرَ ا هـ .
تحفة المحتاج في شرح المنهاج - 6/126

Dalam keterangan diatas yang dimaksud dengan al ikhbar bil waqi’ itu adalah mengatakan yang sesuai dengan kenyataan. Bahwa Nabi Muhammad itu adalah sayyid atas semua makhluk. Pantaskah kita sebagai umat beliau mengatakan atau menyebut nama beliau dengan apa adanya tanpa menyempurnakan dengan dengan kata kata indah sebagai ungkapan kasih sayang. Ungkapan Sayyidina adalah bentuk penghormatan dan pengaggungan kepada kekasih Allah yang paling mulia yaitu baginda Rasulullah ﷺ. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Faidah Bersiwak

Membakar Bukhur (Gharu atau Dupa) Sunnah Yang Terlupakan

Keharusan Menghormati Ahlul Bait

Memanggil Dengan Panggilan Yang Baik

Ilmu Tauhid

Memohon Hujan Dengan Bertawasul Kepada Rasulullah

Sedekah Karena Ridho Allah

Musibah Menghapus Dosa

Jangan Menzalimi Saudara Sesama Muslim