Wajibnya Taat Dan Patuh Kepada Penguasa



Didalam Al Quran disebutkan bahwa taat dan patuh kepada pemimpin merupakan sebuah kewajiban, bagaimana firman Allah ﷻ: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS. An Nisa' [4]: 59)

Dalam dalam ayat ini ada kalimat أُولِي الْأَمْرِ atau dengan kata lain pemimpin. Pada ayat ini Allah ﷻ menyuruh kepada orang-orang beriman untuk taat kepada Allah ban Rasul dan pemimpin kalian. Lafadz perintah taatilah kepada pemimpin merupakan ikutan (tabi') dari ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Oleh karena itu jika ada seorang pemimpin yang menyuruh untuk berbuat maksiat maka tidak ada lagi kewajiban dan patuh kepada mereka. Rasulullah ﷺ juga bersabda:

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

"Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat." (HR. Bukhari no. 7144)

Sebagai rakyat kita harus taat dan patuh kepada penguasa. Kenapa hari itu diperintahkan oleh agama? karena jika kita membelot apalagi memberontak banyak hal buruk yang terjadi semisal kekacauan dan pertumpahan darah yang menyebabkan banyak korban. Salah satu fungsi pemimpin yang paling utama yaitu mengambil kebijakan agar tidak terjadi tumpang tindih di dalam masyarakat. Jika kita lihat sekarang ini banyak orang yang memberontak kepada penguasa dan apa yang terjadi, mereka hanya berbuat onar dan membuat kekacauan selain itu banyak  orang-orang yang menjadi korban. Banyak  Hadits Nabi ﷺ yang memerintahkan kepada kita untuk taat kepada pemimpin meskipun mereka zalim, diantaranya:

عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلَ سَلَمَةُ بْنُ يَزِيدَ الْجُعْفِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ قَامَتْ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَسْأَلُونَا حَقَّهُمْ وَيَمْنَعُونَا حَقَّنَا فَمَا تَأْمُرُنَا فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ ثُمَّ سَأَلَهُ فِي الثَّانِيَةِ أَوْ فِي الثَّالِثَةِ فَجَذَبَهُ الْأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ وَقَالَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ

"Abu Hunaidah (wail) bin Hudjur RA berkata: Salamah binti Yazid Al Ju'fi bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Ya Rasulullah, bagaimana jika terangkat di atas kami kepala-kepala yang hanya pandai menuntut haknya dan menahan hak kami, maka bagaimanakah anda memerintahkan pada kami ? Pada mulanya beliau mengabaikan pertanyaan itu, hingga beliau ditanya yang kedua kalinya atau ketiga kalinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menarik Al Asy'ats bin Qois dan bersabda: Dengarlah dan taatlah kamu sekalian (pada mereka), maka sesungguhnya di atas mereka ada tanggung jawab/kewajiban atas mereka sendiri dan bagimu ada tanggung jawab tersendiri." (HR Muslim)

وَرَوَى هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: { سَيَلِيكُمْ بَعْدِي وُلَاةٌ فَيَلِيكُمْ الْبَرُّ بِبِرِّهِ ، وَيَلِيكُمْ الْفَاجِرُ بِفُجُورِهِ ، فَاسْمَعُوا لَهُمْ وَأَطِيعُوا فِي كُلِّ مَا وَافَقَ الْحَقَّ ، فَإِنْ أَحْسَنُوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ ، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ

"Sepeninggalku nanti ada pemimpin-pemimpin yang akan memimpin kalian, pemimpin yang baik akan memimpin dengan kebaikannya dan pemimpin yang fajir akan memimpin kalian dengan kefajirannya. Maka dengarlah dan taatilah mereka pada perkara-perkara yang sesuai dengan kebenaran saja. Apabila mereka berbuat baik maka kebaikannya adalah bagimu dan untuk mereka, jika mereka berbuat buruk maka bagimu (untuk tetap berbuat baik) dan bagi mereka (keburukan mereka)." (HR Bukhari Muslim)

jika kita melihat hadis-hadits tersebut pilihan terbaik bagi rakyat yaitu mendengar dan mentaati mereka walaupun pemimpin kita zalim. Dengan kita taat dan patuh kepada penguasa yang zalim bukan berarti tidak ada Amar Ma'ruf Nahi Mungkar, hal itu tetap harus kita lakukan agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. Jika kita mendapati pemimpin kita berbuat zalim Amar Ma'ruf Nahi Mungkar yang harus dilakukan sebagai rakyat yaitu mengkritisi atau memberi masukan kepada pemerintah, bukan adu domba apalagi tebar fitnah dan ujaran kebencian. Amar Ma'ruf Nahi Mungkar harus dengan lemah lembut dan pelakunya harus mempunyai ilmu yang cukup agar bisa bertindak dengan benar. Sebagaimana Al-Imam Sufyan ats-Tsauri berkata:

لا يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر إلا من كان فيه ثلاث خصال: رفيق بما يأمر، رفيق بما ينهى، عدل بما يأمر، عدل بما ينهى، عالم بما يأمر، عالم بما ينهى

"Seseorang tidak boleh melakukan amar ma'ruf nahi munkar melainkan ada pada dirinya tiga perangai: lemah lembut ketika menyeru dan mencegah, adil ketika menyeru dan mencegah, mengilmui sesuatu yang diseru dan dicegahnya." (Ibnu Rajab al-Hanbali, Jami'ul Ulum wal Hikam)

Sebagai rakyat harus tetap taat dan patuh kepada penguasa (selamat tidak disuruh berbuat dzolim). Ada sebuah maqalah dari Imam Malik:

حاكم ظلوم غشوم ولا فتنة تدوم

“(Tetaplah menaati) pemimpin yang zalim dan jangan sampai terjadi fitnah yang berkepanjangan tanpa akhir.

Sepanjang sejarah para ulama Ahlussunah Wal Jamaah tidak pernah ada riwayat memberontak kepada pemerintahan yang sah. Saat pemerintahan dipegang rezim Muktzilah pada waktu itu, sikap ulama Ahlussunah Wal Jamaah saat itu tetap menghormati pemimpinnya. Ulama seperti Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan beberapa ulama besar Aswaja abad ke-3 hijriyah lainnya tidak pernah memfatwakan pemberontakan kepada Khalifah Al-Makmun, Al-Mu’tashim, dan Al-Watsiq dari kalangan Muktazilah Jahmiyyah yang memegang tampuk pemerintahan. Sebagaimana dalam kitab Al-Manhajiyyah Al-‘Ammah fil Aqidah karangan Dr Abdul Fattah Qudais Al-Yafi’I, beliau menegaskan:

وَلَمْ نَسْمَعْ أَنَّ أَحَدًا مِنْهُمْ حَرَّمَ التَّعَامُلَ مَعَ أُوْلَئِكَ الْقَوْمِ أَوْ مَنَعَ الْاِقْتِدَاءَ بِهِمْ أَوِ الْقِتَالَ تَحْتَ رَايَتِهِمْ فَيَجِبُ أَنْ نَتَأَدَّبَ بِأَدَبِ السَّلَفِ مَعَ الْمُخَالِفِ

Artinya, “Kami tidak mendengar salah seorangpun dari mereka (ulama Aswaja) mengharamkan berinteraksi dengan pemimpin-pemimpin yang bermadzhab Muktazilah itu atau mencegah umat untuk mengikuti mereka atau mencegah berperang di bawah komando mereka. Maka, wajib bagi kita beretika seperti etika ulama salaf dengan pemimpin yang berbeda pandangan,”. (Al-Manhajiyyah Al-‘Ammah fil Aqidah, h. 33)

Al-Imam Abu Ja'far Ath-Thahawi rahimahullah dalam kitabnya juga menjelaskan bahwasannya di antara prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah:

ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ، ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة

"Dan kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat zalim. Kami tidak mendoakan kejelekan kepada mereka. Kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Dan kami doakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan." 

Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah juga mengutarakan dalam kitab Fathul Bari sebagai berikut  "Para fuqaha telah sepakat wajibnya taat kepada pemerintah (muslim) yang berkuasa, berjihad bersamanya, dan bahwa ketaatan kepadanya lebih baik daripada memberontak." (Fathul Bari, 13/7).

Menentang dan memberontak kepada penguasa tidak pernah diajarkan dandicontohkan oleh para ulama. Sebagai santrinya kita tidak boleh berbuat sewenang wenang terhadap pemimpin. Apalagi didasari fanatisme berpolitik yang berlebihan. Semoga Allah menguasakan kepada kita pemimpin-pemimpin yang takut kepada-Nya, mau mengasihi kita dan menjadikan bangsa dan negara kita adil dan makmur sebagaimana yang telah dicita citakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Faidah Bersiwak

Membakar Bukhur (Gharu atau Dupa) Sunnah Yang Terlupakan

Keharusan Menghormati Ahlul Bait

Memanggil Dengan Panggilan Yang Baik

Ilmu Tauhid

Memohon Hujan Dengan Bertawasul Kepada Rasulullah

Sedekah Karena Ridho Allah

Musibah Menghapus Dosa

Jangan Menzalimi Saudara Sesama Muslim