Allah Suci Dari Arah dan Tempat, Mengapa Kalau berdoa Menghadap Kelangit?


Sebagai orang Ahlussunah Wal Jamaah yang beraqidah Asy’ariyah Maturidiah tentunya kita sangat mengenal kalimat “Allah ada tanpa tempat”. Maksudnya bahwa Allah telah ada tanpa permulaan dan qadim. Allah ada sebelum segala sesuatu ini diciptakan seperti ‘Arasy, langit, bumi, segala makhluk, dan isinya. Allah sudah sempurna dengan segala sifat-Nya yang azali. Allah dan sifat-Nya setelah adanya makhluk tidak memberi pengaruh apa pun terhadap dzat dan sifat-Nya. Allah maha sempurna jauh sebelum semua ini ada. Imam Syafi’i juga pernah mengutarakan sebagaiman termaktub dalam kitab Ithaf al-Sadati al-Muttaqin, beliau berkata :

إنه تعالى كان ولا مكان فخلق الـمكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه الـمكان لا يجوز عليه التغيِير فى ذاته ولا في صفاته

“Sesungguhnya Allah ta’ala ada dan tidak ada tempat, maka Dia (Allah) menciptakan tempat, sementara Dia (Allah) tetap atas sifat azali-Nya, sebagaimana Dia (Allah) ada sebelum Dia (Allah) menciptakan tempat, tidak boleh atas-Nya berubah pada dzat-Nya dan pada sifat-Nya”. ( Ithaf As-Sadati Al-Muttaqin, 2/36).

menghadapkan telapak tangan ke arah langit dalam berdoa adalah perintah ibadah. Jika seseorang berprasangka bahwa Allah di arah atas dengan alasan karena seseorang saat berdoa menghadapkan wajah dan tangannya ke arah atas jelas penyataan seperti ini salah. Kenapa agama memerintahkan menengadahkan tangan kearah langit saat berdoa? Karena langit merupakan kiblat bagi doa, dengan makna bahawasanya tempat turunnya Rahmat bagi umat manusia yang menjadi sebab terciptanya berbagai macam kenikmatan. Imam al-Hafiz Ibn Hajaral-`Asqalani dalam kitabnya Fath al-Bari beliau mengutarakan:

“اَلسَّمَاءُ قِبْلَةُ الدُّعَاءِ كَمَا أَنَّ الْكَعْبَةَ قِبْلَةُ الصَّلَاةِ

Artinya:  “Langit merupakan kiblat bagi doa seperti mana ka`bah qiblat bagi solat“.

Hal senada juga diungkapkan oleh Al-Imam al-Nawawi dalam kitab Syarah Sahih Muslim:

 قَالَ الْإِمَامُ مُـحْيِ الدِّيْنِ النَّوَوِيُّ فِيْ كِتَابِهِ شَرْحِ صَحِيْحِ مُسْلِمٍ: “تُقِرُّ بِأَنَّ الْخَالِقَ الْمُدَبِّرَ، الْفَعَّالَ هُوَ اللهُ وَحْدَهُ، وَهُوَ الَّذِيْ إِذَا دَعَاهُ الدَّاعِيْ اِسْتَقْبَلَ السَّمَاءَ، كَمَا إِذَا صَلَّى الْمُصَلِّيْ اِسْتَقْبَلَ الْكَعْبَةَ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأَنَّهُ مُنْحَصِرٌ فِي السَّمَاءِ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُنْحَصِرًا فِيْ جِهَةِ الْكَعْبَةِ، بَلْ ذَلِكَ لِأن السَّمَاءَ قِبْلَةُ الدَّاعِيْنَ، كَمَا أَن الكعبةَ قِبْلَةُ الْمُصَلِّيْنَ”.

Arti: “Telah berkata al-Imam Muhyiddin an-Nawawi di dalam kitabnya Syarh Sahih Muslim: Kamu menetapkan sesungguhnya Dialah yang mencipta, yang mentadbir, yang berkuasa melakukan apa sahaja yang dikehendaki-Nya dan Dialah [Allah] yang apabila seseorang berdoa kepada-Nya, dia menghadap ke langit [menadah tangan ke langit] sepertimana orang yang bersembahyang menghadap ke Ka`bah, dan ini bukanlah bermakna Allah meliputi [berada] di langit sepertimana Allah tidak meliputi [berada di] Ka`bah, sebaliknya langit merupakan kiblat bagi orang-orang yang berdoa, begitu juga ka`bah menjadi kiblat bagi orang-orang yang bersembahyang”. (Syarah Sahih Muslim, 5/26)

Al-Imam Abu Manshur al-Maturidi merupakan salah satu Imam Ahlussunnah Wal Jamaah dalam salah satu karyanya yang berjudul Kitab al-Tauhîd tertulis sebagai berikut:

وأما رفع الأيدي إلى السماء فعلى العبادة، ولله أن يَتعبَّد عبادَه بما شاء، ويوجههم إلى حيث شاء، وإن ظَنَّ من يظن أن رفع الأبصار إلى السماء لأن الله من ذلك الوجه إنما هو كظن من يزعم أنه إلى جهة أسفل الأرض بما يضع عليها وجهه متوجهًا في الصلاة ونحوها، وكظن من يزعم أنه في شرق الأرض وغربها بما يتوجه إلى ذلك في الصلاة، أو نحو مكة لخروجه إلى الحج. اهـ

“Adapun menghadapkan telapak tangan ke arah langit dalam berdoa adalah perintah ibadah. Dan Allah memerintah para hamba untuk beribadah kepada-Nya dengan jalan apapun yang Dia kehendaki, juga memerintah mereka untuk menghadap ke arah manapun yang Dia kehendaki. Jika seseorang berprasangka bahwa Allah di arah atas dengan alasan karena seseorang saat berdoa menghadapkan wajah dan tangannya ke arah atas, maka orang semacam ini tidak berbeda dengan kesesatan orang yang berprasangka bahwa Allah berada di arah bawah dengan alasan karena seseorang yang sedang sujud menghadapkan wajahnya ke arah bawah lebih dekat kepada Allah. Orang-orang semacam itu sama sesatnya dengan yang berkeyakinan bahwa Allah di berbagai penjuru; di timur atau di barat sesuai seseorang menghadap di dalam shalatnya. Juga sama sesatnya dengan yang berkeyakinan Allah di Mekah karena Dia dituju dalam ibadah haji.”

Mengangkat tangan dan muka ke arah langit ketika berdoa semata-mata perkara ta`abbudi sepertimana menghadap ke arah ka`bah di dalam solat, maka langit  itu merupakan kiblat doa sepertimana ka`abah itu merupakan kiblat bagi solat. Bukan menunjukkan bahwasannya Allah itu ada di atas lantas kita menghadap kelangit saat berdoa. Perlu di ketahui bahwasannya Allah itu Suci dari Arah dan tempat sebagai mana aqidah Ahlussunah Wal Jamaah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Faidah Bersiwak

Membakar Bukhur (Gharu atau Dupa) Sunnah Yang Terlupakan

Keharusan Menghormati Ahlul Bait

Memanggil Dengan Panggilan Yang Baik

Ilmu Tauhid

Memohon Hujan Dengan Bertawasul Kepada Rasulullah

Sedekah Karena Ridho Allah

Musibah Menghapus Dosa

Jangan Menzalimi Saudara Sesama Muslim