Etika Dan Adab Utang Piutang Dalam Islam



Mencukupi kebutuhan finansial memang tidak mudah. Harus memutar otak bagaimana menjalani kehidupan dengan lancar tanpa suatu halangan. Terkadang dalam kondisi terdesak dengan terpaksa seseorang memilih berhutang sebagai solusinya. Dalam ajaran agama memang terdapat anjuran dan keutamaan bagi orang yang memberi hutang, karena merupakan bagian dari menolong orang lain. Dalam Alquran maupun Hadis banyak menerangkan tentang bagaimana etika dan adab utang piutang dalam Islam, diantaranya:
  • Mencatat utang piutang.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ... 

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya." (QS Al-Baqarah: 282)
  • Jangan pernah berniat tidak melunasi utang.
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ ‌‏أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا 

"Siapa saja yang berutang, sedang ia berniat tidak melunasi utangnya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri." (HR Ibnu Majah 24)
  • Mempunyai rasa takut jika tidak bayar utang, karena alasan dosa yang tidak diampuni dan tidak masuk surga.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ ‏ "‏ يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ ‏"‏ 

"Semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali utang". (HR Muslim)
  • Jangan merasa tenang kalau masih punya utang.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ‏"‏ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ‏" 

"Barangsiapa mati dan masih berutang satu dinar atau dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan (diambil) amal kebaikannya, karena di sana (akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham." (HR Ibnu Majah ~ shahih)
  • Jangan menunda membayar utang.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ ‏ "‏ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ ‏" 

"Menunda-nunda (bayar utang) bagi orang yang mampu (bayar) adalah kezaliman." (HR Bukhari 2287, Muslim 1564, Nasai 4688, Abu Dawud 3345, Tirmidzi 1308)
  • Jangan pernah menunggu ditagih.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ‏"‏ أَعْطُوهُ فَإِنَّ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ أَحْسَنَهُمْ قَضَاءً ‏"‌‏ 

"Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam pembayaran utang. (HR Bukhari 2392, Muslim 1600, Nasai 4617, Abu Dawud 3345, Tirmidzi 1318)
  • Jangan pernah mempersulit dan banyak alasan dalam pembayaran utang.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ "‏ أَدْخَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رَجُلاً كَانَ سَهْلاً مُشْتَرِيًا وَبَائِعًا وَقَاضِيًا وَمُقْتَضِيًا الْجَنَّةَ ‏"‏ 

"Allah 'Azza wa jalla akan memasukkan ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, dan melunasi utang." (HR An-Nasa'I 4696, dan Ibnu Majah 2202)
  • Tidak meremehkan utang meskipun sedikit.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ‏ "‏ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ ‏"‏

"Ruh seorang mukmin itu tergantung kepada utangnya sampai utangnya dibayarkan." (HR at-Tirmidzi 1078 dan Ibnu Majah 2506)
  • Jangan pernah berbohong kepada pihak yang memberi utang.
قَالَ ‏"‏ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ ‏"‌‏

"Sesungguhnya, ketika seseorang berutang, maka bila berbicara ia akan dusta dan bila berjanji ia akan ingkar." (HR Bukhari 2397 dan Muslim 589)
  • Jangan pernah berjanji jika tidak mampu memenuhinya.
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا... 

"... Dan penuhilah janji karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban .." (QS Al-Israa': 34)

Merujuk pada adab utang piutang di atas, bahwasanya masalah utang piutang merupakan masalah yang serius dan harus diselesaikan. Dari beberapa poin di atas ada poin yang sangat penting diantaranya:
Pertama, bagi pihak yang berhutang harus mempunyai niat yang kuat untuk bisa membayarnya disaat jatuh tempo. Karena Allah ﷻ akan melunasinya bagi seseorang yang mempunyai niatan betul untuk membayarnya. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

 مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ 

Artinya: “Barangsiapa yang mengambil harta-harta manusia (berutang) dengan niatan ingin melunasinya, Allah akan melunaskannya. Dan barangsiapa yang berutang dengan niat ingin merugikannya, Allah akan membinasakannya” (HR Bukhari: 2387).

Kedua, dalam transaksi utang piutang sebaiknya ditulis atau menghadirkan saksi. Dikarenakan jika terjadi perselisihan diantara kedua pihak bisa ditengahi oleh saksi ataupun melewati tulisan atau catatan yang sudah disepakati bersama.

Ketiga, apabila sudah sampai waktu jatuh tempo, hutang harus dibayarkan. Karena menunda-nunda utang bagi orang yang mampu membayarnya merupakan sebuah kedzaliman.

 مِنْ آثَارِ الاِسْتِدَانَةِ وُجُوبُ الْوَفَاءِ عَلَى الْمُسْتَدِينِ عِنْدَ حُلُول الأَجَل، لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ} وَلِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَطْل الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

Artinya: “Efek dari hutang piutang, bagi orang yang berutang wajib membayarnya apabila sudah jatuh tempo karena sesuai dengan firman Allah ‘memberikannya dengan baik’ dan berdasar hadits Nabi ﷺ ‘penundaan membayar utang bagi orang yang mampu membayarkannya, merupakan sebuah kedzaliman.’(Al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 3/ 268).

Keempat, orang yang utang perlu berpikir bagaimana beratnya bagi orang yang enggan melunasi utang sehingga meninggal dengan masih menyisakan utang, Nabi ﷺ bersabda:

من فارق الروح الجسد وهو بريء من ثلاث دخل الجنة من الكبر والغلول والدين 

Artinya: “Barangsiapa ruhnya berpisah dari jasad sedangkan ia terbebas dari tiga perkara ini, ia pasti akan masuk surga. Yaitu terbebas dari sombong, khianat, dan utang (HR Ibnu Majah: 2412)

Perlu digarisbawahi bahwasannya hutang yang tidak dibayarkan ketika masih hidup dan tidak ada yang melunasi nya maka diganti dengan amal baiknya ketika hidup di dunia.

Dengan demikian, apabila di antara kita ada yang utang atau memberi hutang semestinya mengetahui etika-etika dan adab utang piutang sebagaimana di atas. Hal ini dilakukan tidak lain agar hubungan antara orang yang memberi utang dan orang yang berutang tetap harmonis tanpa adanya pihak yang tersakiti, terlebih sampai memutus hubungan sosial yang sebelumnya berjalan dengan baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Faidah Bersiwak

Membakar Bukhur (Gharu atau Dupa) Sunnah Yang Terlupakan

Keharusan Menghormati Ahlul Bait

Memanggil Dengan Panggilan Yang Baik

Ilmu Tauhid

Memohon Hujan Dengan Bertawasul Kepada Rasulullah

Sedekah Karena Ridho Allah

Musibah Menghapus Dosa

Jangan Menzalimi Saudara Sesama Muslim