Amal Ibadah Harus Dilakukan Dengan Ikhlas



Menaruh perhatian besar dalam mewujudkan rasa ikhlas kepada Allah ﷻ dengan mengevaluasi diri serta menata niat, ucapan, dan perbuatan semata-mata untuk mencari ridha Allah ﷻ harus dilakukan. Dikarenakan rasa ikhlas sangat mudah tercemari oleh berbagai perilaku dan perbuatan. Inti dan substansi dari perilaku ialah ikhlas, perlu diketahui bahwasannya orang yang tidak mengawali perbuatan dengan rasa ikhlas sama saja dengan tidak berbuat apa-apa. Sebab amal perbuatan membutuhkan niat yang ikhlas murni Karena Allah ﷻ. Imam al-Harits al-Muhasibi di dalam kitab Risalah al-Mustarsyidin beliau mengutarakan sebagai berikut:

واعلم رحمك الله ان الصدق والاخلاص اصل كل حال . فمن الصدق يتشعب الصبر والقناعة والزهد والرضا والانس. وعن الاخلاص يتشعب اليقين والخوف والمحبة والحياء والاجلال والتعظيم

“Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepadamu, bahwa kesungguhan dan ikhlas adalah asas segala sesuatu. Dari kesungguhan muncul kesabaran, rela menerima pemberian Allah (qana’ah), zuhud, ridha, dan ketenangan. Sedangkan dari ikhlas muncul keyakinan, rasa takut (kjauf), cinta, malu, dan pengagungan.”

Orang ikhlas diibaratkan dalam hadits nabi Muhammad ﷺ seperti tangan kanan memberikan sesuatu namun tangan kirinya tidak mengetahuinya. Maksud dari hadits tersebut ialah jika kita beramal dengan amal-amal yang baik, orang di sekitar kita tidak mengetahuinya. Kita dituntut tulus selama beramal kebajikan. dengan menjernihkan perbuatan hanya karena keteringatan pada Allah ﷻ, bukan karena keteringatan pada manusia. Dengan tidak membayangkan bagaimana kita akan dinilai, di puji, atau dihormati ketika nanti menyudahi perpuatan tersebut .

Ada sebuah kisah dalam kitab Ihya Ulumiddin karangan Imam al-Ghazali. Beliau bercerita bahwasannya ada suatu kaum yang menyembah pohon. Salah seorang ahli ibadah yang mengetahui hal ini dan ia (ahli ibadah) hendak menghancurkan tempat peribadatan penyembahan pohon tersebut. Waktu pertamakali saat hamba tersebut datang menghancurkan pohon tersebut, iblis menghadang. “Sudahlah, kamu jangan potong pohon ini. Andai saja kamu potong, para penyembahnya akan bisa mencari tuhan sejenis. Percuma kamu potong. Sudahlah, kamu beribadah sendiri saja sana!” goda iblis pada ahli ibadah. Mendapat penghadangan demikian, ahli ibadah ini marah. Ia kemudian menghantam tubuh iblis yang datang menjelma sebagai sosok orang tua. Iblis pingsan seketika. 

Iblis tidak menyerah. Iblis mencoba melanjutkan godaannya yang kedua. “Begini saja, Kamu ini orang yang melarat. Kamu beribadah saja sana kepada Allah, setiap malam kamu akan aku kasih uang dua dinar. Kamu ini bukan rasul. Kamu bukan utusan Tuhan. Biarkan rasul saja yang bertugas memotong pohon ini!” rayu Iblis. Ahli ibadah terbujuk oleh rayuan iblis. Ia membayangkan, ini solusinya Pohon akan ada yang motong. Ia tetap bisa beribadah kepada Allah, Sedangkan kemelaratannya akan segera berakhir. Ia tinggalkan lokasi dan Ia beribadah di malam harinya. Pagi harinya, ia temukan dua dinar secara tiba-tiba. 

Pada hari ketiga, iblis ternyata tidak menunaikan janjinya. Sekarang, iblis tidak lagi mengirim uang dua dinar. Atas tipuan ini, karena merasa kesal terhadap perilaku iblis yang berbohong, ahli ibadah menjadi marah. Ia kembali tergerak untuk meruntuhkan pohon yang disembah masyarakat sekitar yang baru saja ia urungkan kemarin hari. Saat akan memotong, ia kembali dihalangi iblis. Kemarin lusa, pada hari pertama, saat terjadi duel, ia (ahli ibadah) yang menang. Kali ini, ia justru yang pingsan, iblis yang menang. Sebab apa? Ia keheranan. Setelah siuman ia bertanya kepada iblis. “Bagaimana saya yang kemarin menang, pada hari ini berubah menjadi kalah?” tanyanya. Iblis menjelaskan, “Iya, kalau kemarin kamu marah sebab niat hatimu murni, ikhlas karena Allah ﷻ. Namun pada hari ini kamu marah bukan karena Allah ﷻ. Hari ini kamu marah sebab tadi malam tidak aku kasih dua dinar. Oleh karena itu, aku bisa mengalahkanmu.”

Melalui cerita tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwasannya keIkhlasan dalam beramal mutlak dilakukan. Agar apa saja yang kita lakukan mendapat pertolongan dari Allah ﷻ. Kita dituntut memurnikan hati dengan tujuan taqarrub kepada Allah ﷻ dari segala hal yang mencampurinya. Oleh karena itu, ikhlas menduduki posisi utama dalam semua kegiatan. Semua perilaku dan perbuatan tulus ikhlas dengan niat dilakukan untuk Allah ﷻ semata, tujuannya bukan untuk memperoleh pujian, penghargaan, ataupun balasan dari orang lain, apalagi popularitas diri.

Kata ikhlas dalam Al-Qur’an di digambarkan dengan susu yang murni. Kenapa dianalogikan susu, karena susu keluar dari perut hewan yang mana dalam perut hewan terdapat darah dan kotoran dan lain lain, namun susu sama sekali tidak tercampur kotor tersebut. Susu keluar murni sebagai susu. Kita hidup di dunia ini pasti bergesekan gengan berbagai hal yang ada, kita perlu memurnikan segala perilaku dan tingkah laku kita, Sebagaimana firman Allah ﷻ.

وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ

Artinya: “Dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya.” (QS Al An’am: 66)

Imam al-Qusyairi di dalam Risalahnya mengatakan sebagai berikut :

الاخلاص افراد الحق سبحانه فى الطاعة بالقصد وهو ان يريد بطاعته التقرب الى الله سبحانه دون شيء اخر من تصنع المخلوق او محمدة عند الناس او محبة مدح الخلق او معنى من المعاني سوى التقرب به الى الله تعالى

“Ikhlas adalah menujukan semua ketaatan kepada Allah semata dengan hanya mengharapkan kedekatan kepada-Nya tanpa ada maksud lain seperti mengharap nama baik, mencari pujian dari manusia, atau maksud-maksud lain selain mendekatkan diri kepada Allah.”

Bersikap tulus dan tetap mengingat Allah ﷻ saat disanjung ataupun dicela, tidak sombong saat dipuji, dan tak kesal saat dimaki merupakan sikap yang harus tertanam dalam diri setiap muslim. Semua amal perbuata kita diterima atau ditolak oleh Allah ﷻ tergantung pada apa yang kita niatkan, Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

انماالاعمال بالنيات

“Semua amal perbuatan tergantung pada niatnya. ” (HR. Bukhari)

Mari kita selalu berusaha dan berdoa kepada Allah, semoga kita dipermudah oleh Allah ﷻ dalam beramal dan beribadah. Mengawali dalam melakukan segala sesuatu hendaknya selalu menata hati dan niat dengan benar. Memang menata hati itu karena Allah ﷻ itu sulit. Namun kita harus terus berusaha agar amal ibadah kita tidak sia-sia dengan selalu mengedepankan keikhlasan dalam melakukannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Faidah Bersiwak

Membakar Bukhur (Gharu atau Dupa) Sunnah Yang Terlupakan

Keharusan Menghormati Ahlul Bait

Memanggil Dengan Panggilan Yang Baik

Ilmu Tauhid

Memohon Hujan Dengan Bertawasul Kepada Rasulullah

Permasalahan Yang Harus Diketahui Wanita

Sedekah Karena Ridho Allah

Memberi Contoh Yang Baik